-“Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebahagian dari
syi’ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baytullah atau
ber-‘umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa‘y antara keduanya. Dan
barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka
sesungguhnya Allah Maha mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui” (QS Al-Baqarah: 158).
-Ketika Ibrahim menempatkan Hajar di tempat yang gersang,
tandus dan sangat asing baginya, maka Hajar pun bertanya kepada suaminya,
“Apakah ini kehendak Allah?” Ibrahim menjawab bahwa apa yang ia lakukan semata-mata
hanya berdasarkan perintah Allah. Karena perintah atau kehendak Allah, maka
Hajar rela ditinggalkan suaminya di tempat yang gersang, tandus dan jauh dari
tempat tinggal suaminya. Ia pasrah pada kehendak mutlak Allah. Ia rela
ditinggalkan hanya bersama anaknya, Ismail. Tidak ada orang lain. Di sini
berarti, orang Islam harus patuh dan tunduk kepada kehendak mutlak Allah.
-Setelah perbekalan yang ia bawa habis, maka Hajar tidak
duduk termangu dan menangis putus asa menyesali nasib. Tidak. Hajar tidak duduk
berpangku tangan sambil menunggui puteranya. Ia tidak mengharapkan keajaiban.
Ia tidak mengharapkan kedatangan tangan gaib yang akan membawakan buah-buahan
dari sorga dan membuatkan sungai untuk menghilangkan lapar dan dahaganya.
Tidak. Ia “serahkan” anaknya kepada Allah, kemudian berlari-lari mencari air.
Dari sini berarti orang harus berserah-diri hanya kepada Allah, kemudian
berusaha, bukan berpangku tangan, bukan menyesali nasib, bukan meratap
menangis, dan bukan berdoa mengharapkan keajaiban.
-Jerih payah Hajar tidak mendatangkan hasil. Dengan sedih
ia kembali ke tempat anaknya. Akan tetapi, di tengah-tengah kedukaannya itu ia
terkejut: Anak yang ditinggalkannya dalam keadaan haus dan meronta-ronta di
bawah “penjagaan” Allah itu ternyata telah menggali pasir dengan tumitnya dan
dari tempat yang tidak disangka-sangka itu keluarlah air yang ia cari-cari.
Inilah Zamzam. Ia (zamzam) diperoleh setelah berdaya upaya walau didapat bukan
di tempat di mana ia dicari. Pelajaran yang bisa diambil adalah rizki hanya
diperoleh hanya melalui usaha, setelah usaha. Kalau dari tempat usaha
(beraktifitas, beramal) itu tidak mendapatkan apa-apa, bisa jadi Allah akan
memberinya dari tempat lain yang tak terduga sebelumnya. Jadi, bisa saja rizki
yang diperoleh itu tidak dari tempat di mana ia berusaha/bekerja. Di sini
berlaku yarzuqhu min haytsu la yahtasib (memberinya rizki dari tempat
yang tidak disangka-sangka).
-Hajar mencari air dimulai dari bukit Shafa,
kemudian berlari ke bukit Marwa. Shafa berarti “kesucian” dan Marwa
berarti “kemurahan dan kemaafan.” Berlari-lari kecil dari bukit Shafa ke bukit
Marwa disebut Sa‘y. Kata sa‘y merupakan bentuk mashdar dari kata sa‘a
- yas‘a - sa‘yan yang berati “berusaha, berkerja, berjalan, berlari.” Sa‘y
ini dilakukan dengan gerak mau ke depan di jalan yang lurus. Ini berarti, orang
harus berusaha. Usahanya diawali dari tempat yang suci, dengan niat yang suci
dan dijalani dengan bergerak maju di atas jalan yang lurus. Berlari bolak-balik
adalah sebuah evaluasi diri yang senantiasa harus dilakukan untuk menilai diri
supaya kerja/usaha yang dilakukan tetap berpijak pada tempat yang suci, niat
yang suci, dan tetap ditempuh di jalan yang lurus, jalan yang benar.
-Hasil dari usaha itu berakhir di Marwa yang berarti
“kemurahan dan kemaafan.” Artinya, hasil usaha tidak untuk dinikmati sendiri,
tetapi untuk kepentingan bersama, sebagaimana air Zamzam bukan hanya untuk
Hajar dan Ismail, tetapi untuk seluruh umat manusia. Kalau ternyata orang yang
ikut menikmati hasil usaha itu tidak berterima kasih kepadanya, maka ia harus
berlapang dada memaafkannya.
Puji
syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Makalah ini membahas Jual
beli darah dalam pandangan Islam
Makalah
ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Islam Persoalan Kontemporer
Biologi semester lima dan juga sebagai bahan rujukan yang dapat membantu proses
pembelajaran, khususnya pada mata kuliah yang berkaitan dengan materi yang
dibahas dalam makalah ini.
Kami
menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh darikesempurnaan. Oleh karena itu, kami tidak menutup pintu kritik dan
saran dari para pembaca demi perbaikan makalah kami selanjutnya. Semoga makalah
ini bermanfaat bagi para pembaca. Atas perhatian dan kerjasama dari semua
pihak, kami ucapkan terima kasih.
Jakarta, 20 November 2011
Hormat kami,
Penyusun
Daftar Isi
DAFTAR
ISI
Kata
pengantar................................................................................................................
1
Daftar
isi.........................................................................................................................
2
Bab
I............................................................................................................................... 3
Tujuan
............................................................................................................................ 4
Bab II.............................................................................................................................. 5Pengertian
Transfusi darah............................................................................................................................... 5
Darah dan fungsinya 6 Hukum
Transfusi Darah........................................................................................ 8
Hukum Jual Beli Darah.........................................................................................
11
Bab III.......................................................................................................................... 14Penutup 14
DAFTAR
PUSTAKA .......................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Syaria’t islam adalah merupakan syari’at
terakhir yang membawa petunjuk bagi umat manusia. Dengan syariat itu Allah
telah memberikan beberapa keistimewaan, antara lain, hal-hal yang bersifat
umum, abadi dan meliputi segala bidang. Didalamnya telah diletakan dasar-dasr
hukum bagi manusia dalam memecahkan permasalahannya.
Ilmu dan teknologi, khususnya dalam
kedokteran, lahir dan berkembang didorong oleh kebutuhan manusiaagar dapat
mempertahankan eksistensi dan memenuhi kebutuhan hidupnya.dikembangkannya ilmu
dan teknologi oleh manusia sebagai alat agar manusia dapat menjalankan misinya
dimuka bumi. Ilmu dan teknologi kedokteran, menurut pandangan islam mestinya
dikembangkan, diperuntukan bagi pemenuhan fungsi-fungsi diatas. Terutama dalam
rangka mengintensifkan pengabdiannya pada sesama manusia sebagai refleksi
pengabdiannya kepada allah.
Dengan demikian keterkaitan dengan fungsi
manusia di atas bumi ini, yaitu dalam rangka mengaktualisasi potensi diri yang
bersifat ihsan, kekhalifahan, kerisalahan dan pengabdian secara horizontal
sesama manusia. Namun dewasa ini, produk ilmu dan teknologi kedokteran, seperti
transfusi darah, menimbulkan permasalahan jika ditinjau dari hukum islam.
Memvoniskan hukum yang bersifat hitam-putih (boleh-tidak-boleh) dalam
menanggulangi permasalahan tersebut, dapat menghambat perkembangan ilmu dan
teknologi kedokteran itu sendiri.
Disamping itu, secara sosiologis,
masyarakat telah lazim melakukan donor darah untuk kepentingan pelaksanaan
transfusi darah baik secara transfusi, baik secara sukarela maupun dengan
menjual kepada yang membutuhkannya. Keadaan ini perlu ditentukan status
hukumnya atas dasar kajian ilmiah. Yang menjadi pokok permasalahan tulisan ini
ialah bagaimana hukum transfusi darah dan hukum menjual darah dalam islam.
Masalah transfusi darah masalah baru
dalam hukum islam. Al-Quran dan Hadits pun sebagai sumber hukum islam, tidak
menyebutkan hukumnya, sehingga pantaslah hal ini disebut masalah ijtihad,
karena untuk mengetahui hukumnya diperlukan metode-metode istinbath atau
melalui penalaran terhadap prinsip-prinsip umum agama islam.
Dalam hal ini agama islam sangat
menyambut baik perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dibidang kedokteran
yang menyangkut pada permasalahan transfusi (pemindahan ) darah manusia, dalam
rangka penyelamatan jiwa manusia, sesuai dengan firman Allah:
....... Dan barang
siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah memelihara
kehidupan manusia semuanya...(al-Maidah: 32)
Namun
dalam prakteknya, banyak masalah yang dihadapi, bahkan menjadi bahan polemik
yang berkepanjangan. Ada orang yang setuju dan ada pula yang tidak setuju dalam
beberapa hal.
B.Tujuan
Mengetahui
hukum transfusi darah dan hukum menjual darah menurut islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Transfusi Darah
Perkembangan di bagian kedokteran
akhir-akhir ini telah menghasilkan penemuan-penemuan teknologi baru dalam
bidang kedokteran. Para dokter di Indonesia telah memanfaatkan berbagai
penemuan baru tersebut dalam praktek kedokterannya seperti pelaksaan transfusi
darah. Perkataan transfusi darah berasal dari bahasa inggris, blood
transfution, yang berarti memasukan darah orang lain ke dalam pembuluh darah
yang akan di tolong.2 Hal ini dilakukan untuk menyelamatkan jiwa
seseorang yang kehabisan darah karena kecelakaan atau lainnya.
Sedangkan asy-Syaikh Husnain Muhammad
Makhluf mendefisinikan transfusi darah sebagai berikut:
Transfusi darah dalam kesehatan ialah
mengambil manfaat dari darah manusia dengan cara memindahkannya dari yang sehat
kepada yang sakit demi menyelamatkan hidupnya. Jadi transfusi darah adalah
memanfaatkan darah manusia dengan cara memindahkannya dari tubuh orang yang
sehat kepada orang yang membutuhkannya, untuk mempertahankan hidupnya.
Menurut
dr. Rustam Masri, transfusi darah adalah proses pekerjaan memindahkan darah
dari orang yang sehat kepada orang yang sakit, yang bertujuan untuk:
1.Menambah jumlah darah yang beredar dalam
badan orang yang sakit yang darahnya berkurang karena sesuatu sebab, misalnya
pendarahan, operasi, kecelakaan dan sebab lainnya.
2.Menambah kemampuan darah dalam badan si
sakit untuk menambah/membawa zat asam atau O2.
Dr. Ahmad Sopian memberikan pengertian,
bahwa transfusi darah adalah memasukan darah orang lain kedalam pembuluh yang
akan ditolong. Dengan demikian, transfusi darah itu tiada lain adalah suatu
cara membantu pengobatan yang sudah ada, dan darah hanya membantu saja sebagai
salah satu pelengkap dari pada metode pengobatan. Namun demikian perlu
diperhatikan lagi, bahwa transfusi darah itu bukanlah pekerjaan yang tanpa
resiko dan mungkin merupakan suau pekerjaan yang baanyak resikonya bagi si
sakit.
Darah
yang dibutuhkan untuk keperluan transfusi adakalanya secara langsung dari donor
adakalanya melalui Palang Merah Indonesia (PMI) atau dari bank darah. Darah
yang disimpan pada bank darah sewaktu-waktu dapat digunakan untuk kepentingan
orang yang membutuhkan atas saran dan pertimbangan dokter ahli, dengan maksud
agar tidak terjadi kesalahan atau kelainan antara golongan darah donor dengan
golongan yang bertentangan ditransfusikan akan mengakibatkan bahan dalam plasma
yang bernama agglutinin menggumpal dan juga terjadi hemolisis (memecah) sel
darah merah4.
Oleh sebab itu, darah donor dan
penerimanya harus dites kecocokannya sebelum dilakukan transfusi. Macam-macam
golongan darah: A, B, AB, O. Golongan-golongan ini dipandang dari donor darah
adalah sebagai berikut:
·Golongan
AB dapat memberi darah pada AB
·Golongan
A kepada A dan AB
·Golongan
B kepada B dan AB
·Golongan
O adalah untuk semua golongan.
Adapun golongan darah dilihat dari segi
resipien atau penerima adalah sebagai berikut:
·Golongan
AB adalah menerima dari semua golongan
·Golongan
A dapat menerima golongan A dan O
·Golongan
B dapat menerima golongan B dan O
·Golongan
O hanya dapat menerima golongan darah O
Meskipun
demikian, sebaiknya transfusi dilakukan dengan golongan darah yang sama, dan
hanya dalam keadaan terpaksa dapat diberikan darah dari golongan yang lain.
B.Darah dan fungsinya
Darah dalah jaringan cair yang terdiri
dari dua bagian, yaitu cairang yang disebut sel darah. Darah secara keseluruhan
kira-kira lima liter. Sekitar 55 persennya adalah cairan atau plasma, sedangkan
45 persen sisanya adalah sel darah yang terdiri dari tiga jenis, yaitu sel
darah merah, sel darah putih, dan butir pembeku (trombosit). Dengan demikian
darah manusia mempunyai empat unsur, plasma darah, sel darah merah, sel darah
putih, dan butir pembeku atau trombosit. Plasma darah adalah cairan yang
berwarna kuning dan mengandung 91,0 persen air, 8,5 persen protein, 0,9 persen
mineral, dan 0,1 persen sejumlah bahan organik seperti lemak, urea, kholesterol
dan asam amino. 6
Unsur kedua dari darah manusia adalah
sel darah merah. Dalam setiap milimeter kubik darah terdapat 5.000.000 sel
darah merah. Sel darah merah memerlukan protein, karena strukturnya terbentuk
dari asam amino. Ia juga memerlukan zat besi, dan dalam hal ini wanita sangat
membutuhkan zat besi, dan dalam hal ini wanita sangat membutuhkan zat besi, karena
beberapa bagian dari antaranya dibuang sewaktu menstruasi. Dengan demikian pula
zat besi diperlukan wanita dalam jumlah yang banyak untuk perkembangan janin
dan perkembangan air susu.
Bila terjadi pendarahan maka sel darah
merah dengan hemoglobinnya (protein mengandung zat besi) sebagai pembawa
oksigen, hilang. Pada pendarahan sedang, sel-sel itu diganti dalam waktu
bebrapa minggu berikutnya. Tetapi bila kadar hemoglobinnya turun sampai 40
persen atau di bawahnya, maka diperlukan transfusi darah. 7
Unsur ketiga, sel darah putih, rupanya
bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar dari sel darah merah, tetapi
jumlahnya kecil yaitu, setiap milimeter kubik darah terdapat 6.000 sampai
10.000 sel darah putih. Dan yang terakhir adalah butir pembeku atau trombosit.
Bentuknya lebih kecil dari sel darah merah, kira-kira sepertiganya. Terdapat
300.000 trombosit dalam setiap milimeter kubik darah. Masing-masing unsur darah
tersebut mempunyai fungsi tersendiri dalam tubuh manusia. Plasma darah
umpamanya, berfungsi sebagai perantara untuk menyalurkan makanan, lemak, dan
asam amino ke jarngan tubuh. Juga merupakan perantara untuk mengangkut bahan
buangan seperti urea, asam urat, dan sebagian karbon dioksida. Selain itu,
plasma juga berfungsi untuk menyegarkan cairan jaringan tubuh, karena melalui
cairan ini semua sel tubuh menerima makanannya.
Sel darah merah bekerja sebagai sistem
tanspor dari tubuh, mengantarkan semua bahan kimia, oksigen dan zat makanan
yang diperlukan tubuh supaya fungsi normalnya dapat berjalan, dan menyingkirkan
karbon dioksida dan hasil buangan lainnya serta mengatur napas keseluruh tubuh.
Disamping
sel darah merah, sel darah putih sangat penting bagi kelangsungan kesehatan
tubuh sebab fungsinya mengepung daerah tang terkena infeksi atau cedera,
menangkap organisme hidup dan menghancurkannya, menyingkirkan kotoran,
menyediakan bahan pelindung yang melindungi tubuh dari serangan bakteri dan
dengan cara ini jaringan yang sakit atau terluka dapat dibuang dan
penyembuhannya. Fungsi ini berhubungan dengan fungsi butir pembeku atau
trombosit yaitu membekukan darah yang keluar dari anggota tubuh yang terluka
atau cedera, sehingga darah tersebut dapat bertahan. Dan seandainya tidak ada
butir pembeku, darah yang keluar dari anggota tubuh tidak dapat bertahan,
sehingga orang bisa mati kehabisan darah.
Darah sangat dibutuhkan oleh manusia
untuk kelangsungan hidupnya karena semua jaringan tubuh memerlukan persediaan
darah yang memadai. Khususnya otak, memerlukan darah yang mencukupi dan
teratur. Bila otak tidak menerima darah selama lebih dari tiga sampai empat
menit, maka akan terjadi perubahan-perubahan yang tidak dapat pulih kembali,
dan beberapa sel otak akan mati.
Demikian komposisi dari fungsi darah
yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia.oleh sebab itu orang-orang yang
kekurangan darah karena terlalu banyak mengeluarkan darah ketika kecelakaan,
terkena benda tajam atau karena muntah darah dan lainnya, perlu diberikan
tambahan darah dengan jalan transfusi darah.
C.Hukum Transfusi Darah
Al-Qur’an merupakan sumber hukum yan
hidup dan dapat menampung segala perkembangan masa, karena Al-Qur’an tidak
meninggalkan suatu masalah yang pokok tanpa membicarakannya, suatu tindakan
baik tanpa menganjurkannya, suatu hukum masyarakat tanpa menjelaskannya. Siapa
yang mempelajari Al-Qur’an dengan cara yang semestinya, ia akan mendapatkan
perbedaharaan yang tidak akan habis-habisnya dan kebahagiaan tanpa batas.9
Demikianlah salah satu di antaranya Allah menjelaskan kepada manusia tentang
hukum darah, yaitu haram memakan maupun memanfaatkannya, sebagaimana yang
terdapat dalam surat al-Maidah ayat 3:
Artinya: “ Diharamkan bagimu (memakan)
bangkai, darah[394], daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama
selain Allah...” (Q.S Al-Maidah: 3)
Ayat diatas pada dasarnya melarang
memakan maupun mempergunakan darah, baik secara langsung maupun tidak. Akan
tetapi apabila darah merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan jiwa seseorang
yang kehabisan darah, maka mempergunakan darah dibolehkan dengan jalan
transfusi.10 Bahkan melaksanakan transfusi darah dianjurkan demi
kesehatan jiwa manusia, sebagaiman firman Allah dalam Surat al-Maidah ayat 32:
dan
barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah dia
Telah memelihara kehidupan manusia semuanya.
Yang demikian itu sesuai pula dengan
tujuan syariat islam, yaitu bahwa sesungguhnya syariat Islam, yaitu bahwa
sesungguhnya syariat islam itu baik dan dasarnya ialah hikmah dan kemaslahatan
bagi umat manusia, baik di dunia maupun di akhirat. 11
Oleh sebab itu setiap orang yang
memahami syariat islam akan melihat bagaimana prinsip-prinsip kemaslahatan itu
menduduki tempat yang menonjol dalam syariat islam. Karena semua hukum dalam
Al-Qur’an didasarkan atas kemaslahatan bagi umat manusia.12
Kemaslahatan yang terkandung dalam
mempergunakan darah dalam transfusi adalah untuk menjaga keselamatan jiwa
seseorang yang merupakan hajat manusia dalam keadaan darurat, karena tidak ada
bahan lain yang dapat dipergunakan untuk menyelamatkan jiwanya. Maka dalam hal
ini, najis pun seperti darah, boleh dipergunakan untuk mempertahankan
kehidupan; misalnya seseorang yang menderita kekurangan darah karena
kecelakaan, maka dibolehkan menerima darah dari orang lain. Hal ini sangat
dibutuhkan untuk menolong seseorang yang dalam keadaan darurat, sebgaimana
kaedah fiqhiyah:
Al-Hajat
(sesuatu yang diperlukan) menempati tempat darurat bai secra umum maupun secara
khusus.13
Tidak
ada keharaman dalam darurat, tidak ada kemakruhan dalam hajat.14
Kedua kaidah tersebut menjelaskan bahwa
Agama islam membolehkan hal-hal yang haram bila berhadapan dengan hajat manusia
dan darurat. Dengan demikian transfusi darah untuk menyelamatkan seorang pasien
dibolehkan karena hajat dan keadaan darurat. Selaian dari kedua kaidah ini, ada
kaidah lain yang menjelaskan bahwa persoalan darurat ini membolehkan sesuatu
yang diharamkan. Kaidah fiqhiyah itu berbunyi:
Keadaan
darurat menyebabkan dibolehkannya yang dilarang.15
Namun demikian, kebolehan mempergunakan
darah dalam ternsfusi tidak dapat dipakai sebagai alasan untuk mempergunakannya
kepada yang lain, kecuali apabila ada dalil yang menunjukan kebolehanya.hukum
islam melarang hal yang demikian, karena dalam hal ini darah hanya dibutuhkan
untuk ditransperkan kepada pasien yang membutuhkannya saja sesuai dengan kaidah
fiqiyah
Sesuatu
yang dibolehkan karena darurat dibolehkan hanya sekedar menghilangkan
kedaruratan itu.16
Kecuali itu memang hukum islam
membolehkan memakan darah bila betul-betul dalam keadaan darurat, sebagaimana
firman Allah:
Artinya:Sesungguhnya Allah Hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging
babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah[108].
tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ayat diatas menunjukan bahwa bangkai,
darah, daging babi,dan binatang yang ketika disembelih disebut nama selain
Allah, adalah harammemakannya. Akan
tetapi dalam keadaan terpaksa dan tidak melampaui batas,. Maka boleh memakannya
dan tidak ada dosa padanya.
Dengan ayat diatas jelas menunjukan
bahwa allah menghendaki kemudahan dan tidak menghendaki kesukaran dalam
melaksanakan ajaran-ajaran agama.maka penyimpangan terhadap hukum-hukum yang
telah ditetapkan oleh nash dalam keadaaan terpaksa dapat dibenarkan, asal tidak
melampaui batas. Keadaan keterpaksaaan dalam darurat tersebut bersifat
sementara, tidak permanen. Ia hanya berlaku selama dalam keadaan darurat
tersebut.
D.Hukum menjual darah untuk kepentingan Transfusi
Jual-beli termasuk salah satu sistem
ekonomi islam. Dalam islam, ekonomi lebih berorientasi kepada nilai-nilai
logika, etika, dan persaudaraan, yang kehadirannya secara keseluruhan hanya
untuk mengabdi kepada Allah. Dengan demikian nila-nilai tersebut dapat
difungsionalkan padatingkah laku ekonomi manusia khususnya, dan peradaban umat
manusia umumnya.17
Implikasi dari niali ekonomi ini, bahwa
antara manusia itu terjalin persaudaraan dalam kegiatan ekonomi, saling mebentu
diantara pelaksananya. Tidak ada pertarungan kelas seperti yang dianut oleh
sistem ekonomi marxisme dan kebebasan pasar seperti yang dianut oleh sistem
ekonomi kapitalisme. Dalam sistem ekonomi Marxisme dan Kapitalisme orientasinya
lebih mengutamakan dan mengejar materi, sedangkan islam lebih mengutamakan
pengabdian kepada Allah, tidak memutuskan hubungan kegiatan ekonomi dengan
ukhrawi. Setiap kegiatan ekonomi yang didasarkan atas kejujuran dan keikhlasan
kepada Allah, dipandang sebagai amal saleh. Ini dapat dipahami dari maksud
firman Allah:
Artinnya:Sesungguhnya
Allah Telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan
memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka
membunuh atau terbunuh. (Itu Telah menjadi) janji yang benar dari Allah di
dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya
(selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang Telah kamu lakukan
itu, dan Itulah kemenangan yang besar. (Q.S. At-taubah: 111)
Dari
uraian diatas, timbul pertanyaan bagaimana hukum menjual darah untuk
kepentingan transfusi? Padahal sudah diketahui bahwa darah itu adalah najis?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, sebelumnya dikemukakan hadits Jabir yang
diriwayatkan dalam kedua kitab shahih, bukhari muslim. Jabir berkata sebagai
berikut:
Rasulullah
S.A.W bersabda: sesungguhnya Allha dan rasulnya mengharamkan memperjualbelikan
khaamar, bangkai, babi, dan berhala. (lalu rasul ditanya para sahabat),
bagaimana orang yahudi yang memanfaatkan minyak bangkai; mereka pergunakan
untuk memperbaiki kapal dan mereka gunakan untuk menyalakan lampu? Rasul
menjawab, semoga Allah melaknat orang yahudi, diharamkan minyak (lemak) bangkai
bagi mereka, mereka memperjual belikannya dan memanfaatkannya dan memakan hasil
harganya.
Hadits Jabir ini menjelaskan tentang
larangan menjual najis, termasuk didalamnya menjual darah, karena darah juga
terrmasuk najis sebagaimana yang dijelaskan oleh surat al-Maidah ayat 3.
Menurut hukum asalnya menjual barang najis adalah haram. Namun yang disepakati
oleh para ulama hanyalah khamar atau arak dan daging babi. .18
Sedangkan memperjual belikan barang najis yang bermanfaat bagi manusia, seperti
memperjualbelikan kotoran hean untuk keperluan pupuk, dibolehkan dalam islam
menurut mahzab Hanafi.19
Demikian pula dengan menjual darah
manusia untuk kepentingan transfusi, menurut penulis dibolehkan, asalakan
penjualan terjangkau oleh yang menerima bantuan darah. Karena yang menjual
darah atau donor memerlukan tambahan gizi untuk kembali pulih kondisi tubuhnya
sendiri setelah darahnya didonorkan, tentu untuk memperoleh gizi tambahan
tersebut memerlukan biaya. Demikian pula apabila darah itu dijual kepada suatu
bank darah atau yayasan tertentu yang bergerak dalam pengumpulan darah para
donor, ia dapat meminta bayaran dari yang menerima darah, agar bank darah atau
yayasan tertentu dapat menjalankan tugasnya dengan lancar. Dan tersebut
digunakan untuk menutupi kebutuhan-kebutuhan dalam tugas operasional bank darah
dan yayasan, termasuk gaji dokter, perawat, biaya peralatan medis dan
perlengkapan lainnya. Akan tetapi bila penjualan darah itu melampaui batas
kemampuan pasiendan untuk tujuan
komersial, jelas haram hukumnya, atas dasr prinsip kemanusiaan dan kaedah hukum
yang mengatakan bahwa kemudharatan itu harus dihilangkan, kemudharatan itu
tidak boleh dihilangkan dengan kemudharatan yang lain, dan tidak boleh pula
membuat kemudharatan kepada orang lain.20
Disini
juga diternagkan tentang pendapat Ustadz Dr. Setiawan Budi Utomo tentang
masalah hukum jual beli darah dalam pandangan islam.
Beliau mengatakan bahwa masalah
transfusi darah tidak dapat dipisahkan dari hukum menjualbelikan darah
sebgaimana sering terjadi dalam prakteknya dilapangan. Disini hadist riwayat
Bukhari dan Muslim dari Jabir. Meski demikian, menurut mahzab Hanafi dan
Dzahiri, islam membolehkan jual beli barang najis yang ada manfaatnya seperti
kotoran hewan untuk dijadikan pupuk. Maka secara analogi mahzab ini membolehkan
jual beli darah manusia.
Namun pendapat yang kuat adalah jual
beli darah manusia itu tidak etis disamping bukan termasuk barang yang
diperbolehkan untuk memperjualbelikan termasuk bagian manusia yang Allah
muliakan dan tidak pantas untuk diperjual belikan, karena bertentangan dengan
tujuna dan misi semula yang luhur, yaitu amal kemanusiaan semata, guna
menyelamatkan jiwa sesama manusia. Karena itu, seharusnya jual beli darah
manusia dilarang, karena bertentangan dengan moral agama dan norma sosial.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Hukum islam merupakan sistem yang sanagt
tinggi dan sesuai dengan fitrah manusia. Dari khazanah fitrah itulah sumber
pokok sistem hukum islam. Oleh sebab itu islam tidak memberikan sesuatu yang
lebih diluar kemampuan kekuatannya. Atas dasar ini hukum islam mempunyai
kekuatan untuk mendayyagunakan ilmu pengetahuan dan hasil penemuan manusia
untuk kepentingan sendiri.
Dengan ijtihad, aspek-aspek agama yang
kondisional akan selalu aktual dan merangsang manusia untuk selalu loyal kepada
agama karena, manusia selalu akan mengikat dirinya kepada agama apabila ajaran
agama tersebut memberi makna kepada diri dan masyarakat. Dalam masalah
transfusi darah sebagai penemuan ilmu dan teknologi kedokteran, hukum islam
bukanlah hambatan. Hukum islam cukup fleksibel, transfusi darah dibolehkan
untuk menyelamatkan jiwa seseorang yang kehabisan darah. Bahkan melaksanakan
transfusi dalam keadaan demikian dianjurkan demi menjaga keselamatan jiwa. Jika
pelaksanannya didasarkan atas pengabdian kepada allah maka ia menjadi ibadat
bagi pelaksananya. Kebolehan transfusi darah disini didasarkan kepada hajat
dalam keadaan darurat, karena tidak ada jalan lain untuk menyelawatkan jiwa
orang itu.
Demikian pula dengan hukum menjual darah
untuk kepentingan pelaksanaan transfusi, islam membolehkannya, asal penjualan
itu terjangkau oleh orang yang membutuhkannya. Hal ini guna untuk biaya
pemulihan kekuatan dan kesehatannya setelah darahnya didonorkan. Akan tetapi
apabila penjualannya melampaui batas kemampuan orang yang membutuhkan darah
atau tujuan komersial, jelas hukumnya haram, karena bertentangan dengan prinsip
dan memberi kemudharatan kepad orang lain.
Catatan
4.Evelyn C. Pearce, Anatomi dan fisiologi
Untuk Para medis, alih bahasa, sri yuliani handoyo, Jakarta: PT gramedia, 1989,
h. 135.
5.Ibid.
6.Lihat ibid, h. 133.
7.Lihat ibid h. 136
8.Selanjutnya lihat ibid h. 135-140
9.Marcel A. Bosard, Humanisme dalam islam,
alih bahasa H.M. rasyidi, Jakarata, Bulan Bintang, 1980, h. 396
10.Syafruddin Prawiranegara, islam dilihat
dengan kacamata modern, jakarta: idayu, 1981, h. 22
11.Hasbi Ash-shiddieqy, falsafah hukum
islam, jakarta: bulan bintang, 1975, h. 79-80.
12.Sobhi Mahmasani, falsafah hukum dalam
islam, alih bahasa, ahmad surjono, bandung: al-ma’arif, 1977, h.137
13.As-syuyuthi, Al-asyabah Wan-Nazhair
Fil-Furu’, dar al-Fikr, tanpa tahun. H.62
14.Abdul hamid hakim, mabadiul awaliyah,
jakarta,: Sa’diyah Putra, tanpa tahun, h.33
15.As-syuyuthi, op.cit, h .60. lihat
rasyidi, hukum islam dan pelaksanaannya dalam sejarah, Jakarta: bulan bintang,
1976, h.38
16.Ibid
17.A.M Saefuddin, studi nila-nilai sistem
ekonomi islam, Jakarta: Media Da’wah, 1984, h. 16
18.Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, jilid
11, Semarang: Maktabah Ummah keluarga, tanpa ahun, h. 94